logoweb

Written by pa-banggai on . Hits: 844

Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian

Produk hukum di Indonesia yang mengatur tentang perkawinan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang memuat prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi seluruh warga Negara Indonesia. Keadaan perkawinan yang sedemikian buruknya, sehingga dipandang dari segi apa pun juga, hubungan perkawinan tersebut lebih baik diputuskan dari pada diteruskan. Ini berarti meskipun perkawinan adalah “perjanjian yang sangat kuat (mitsaqon ghaliidhan)” yang mengikat lahir dan batin antara suami dan istri, namun ikatan perkawinan itu dapat putus jika suami isteri memutuskannya, karena memang kedua belah pihak mempunyai hak untuk memutuskan perjanjian tersebut.

Hukum memberikan jalan untuk perceraian, namun Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan berusaha semaksimal mungkin menekan angka per-ceraian. Pembuat undang-undang juga menyadari bahwa perceraian yang dilakukan sewenang-wenang akan mengakibatkan kehancuran bukan saja kepada pasangan suami isteri tersebut, tetapi juga kepada anak yang mestinya diasuh dan dipelihara dengan baik, sehingga anak tersebut semakin terjerembab sebagai korban dari perceraian. Hak-hak keperdataan anak jangan sampai diabaikan, sehingga dilakukan upaya-upaya untuk memberikan jaminan terpeliharanya hak-hak anak pasca perceraian. Lembaga peradilan dalam hal ini mempunyai peran penting untuk menjamin hak-hak anak lewat putusan pengadilan.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak mengatur: “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Salah satu upaya pemerintah dalam mengoptimalkan perlindungan anak tersebut adalah dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang merupakan mandat dari Pasal 74 (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu yang mengatur: “Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan Hak Anak, dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen.”

Akibat hukum perceraian terhadap anak ini tentu saja hanya berlaku terhadap suami dan istri yang mempunyai anak dalam perkawinan mereka, tetapi tidak berlaku terhadap suami dan istri yang tidak mempunyai anak dalam perkawinan mereka. Seperti disebutkan dalam Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan, akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

  1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusan.
  2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu: bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
  3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri

Perlindungan hukum bagi anak korban perceraian dalam bentuk fungsi hukum diklasifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu:

  1. Upaya preventif, yaitu pencegahan dalam bentuk ancaman terhadap pelaku pelanggar hukum, kehadiran hukum dengan berbagai sanksinya tersebut dapat menjadi instrumen untuk memberikan penjeraan baik secara khusus maupun secara umum memberikan rasa takut kepada masyarakat sehingga terhalang untuk melakukan tindakan melanggar hukum.
  2. Upaya represif, bila hukum dilanggar maka harus dilakukan penegakan hukum terhadap para pelanggar tanpa pandang bulu, yang dilakukan oleh lembaga peradilan yang memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk itu.
  3. Upaya rehabilitatif, yaitu mengembalikan keadaan semula. Hukum akan men-jadi instrumen untuk membuat orang itu kembali menjadi baik dengan adanya hukuman yang diberikan kepada para pelanggar hukum, selain membuat jera diharapkan juga dapat menjadikan seseorang kembali menjadi baik sesuai dengan tujuan penghukuman yaitu mencapai reintegrasi sosial dan resosia-lisasi dengan masyarakatnya sehingga hukum juga dapat disebut sebagai hukum rehabilitasi.

Lebih jelasnya silahkan klik link artikel di bawah ini :

https://media.neliti.com/media/publications/332617-pendampingan-hak-hak-perempuan-dan-anak-3affbb88.pdf

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

 

 

cctv